Monday, October 28, 2013

Makalah SPI Part 1

BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
“Sejarah adalah tempat berkaca dan merenungi perejalanan kehidupan.” Mungkin itulah  pernyataan yang tepat untuk memotivasi tentang pentingnya belajar sejarah dan mengapa kita harus mempelajarinya. Hikmah atas segala cerita kehidupanlah yang akan kita temukan jika mempelajari sejarah.
Dalam sejarah peradaban Islam kita akan banyak mempelajari tentang bagaimana sejarah Islam di masa lampau. Salah satunya adalah sejarah pada Masa Khulafa al-Rasyidin.
Khulafa al-Rasyidin ternyata berhasil membawa kaum muslimin melewati masa-masa menggelisahkan selepas wafatnya Rasullah SAW. Dengan bekal keteladanan Rasulullah SAW, kecerdasan para sahabat, dan kejeniusan para penglima, Islam akhirnya keluar dari kungkungan padang pasir jazirah Arabia.
Khulafa al-Rasyidin atau Khulafa ar-Rasyidun (jamak kepada Khalifatur Rasyid) berarti wakil-wakil atau khalifah-khalifah yang benar atau lurus. Mereka pewaris kepimpinan Rasulullah selepas kewafatan baginda Nabi Muhammad SAW. Khulafa ar-Rasydin terdiri daripada empat sahabat, yaitu:
Tidak lama Khulafa al-Rasyidin menjadi penerus Nabi. Hanya 31 tahun, dimulai tahun 632 M- 661 M. Namun, 31 tahun tersebut sangat menentukan bagi keberadaan umat Islam. Masa itu adalah masa konsolidasi dan pemantapan dasar-dasar Islam dan peradabannya.


B.     Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan rumusan masalah diatas, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang dinginkan maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
Ø Apa yang dimaksud dengan Khulafa al-Rasyidin?
Ø Bagaimana sistem pemilihan Khulafa al-Rasyidin?
C.  Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini adalah:
Ø Mahasiswa dapat menambah wawasan tentang sejarah Islam yaitu sejarah mengenai Masa Khulafa al-Rasyidin.
D.  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
Ø Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Ø Untuk menambah wawasan tentang sejarah Masa Khulafa al-Rasyidin.

BAB II PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khulafa al-Rasyidin
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammaddengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum.
Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.
B.     Khalifah-khalifah Khulafa al-Rasyidin
1.        Abu Bakar
a.         Abu Bakar Ash-Shiddiq Dari Lahir Sampai Menjadi Khalifah (11-13H/632 - 633 M)
Dia adalah Abdullah bin ‘Utsman bin’ Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah At Taimi. Pada zaman jahiliah ia dinamai Abdul Ka’bah, kemudian Rasulullah menamainya Abdullah; dia pun dijuluki ‘Atiq juga Ash Shiddiq karena bergegas membenarkan kerasulan terutama keesokan hari dari peristiwa Isra’.
Abu Bakar dilahirkan di Makkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun gajah. Dia terkenal sebagai seorang yang berprilaku terpuji dan terkenal sebagai seorang yang pandai menjaga kehormatan diri. Dia tidak pernah minum arak yang sangat membudidaya pada zaman jahiliah. Sebagaimana dia pun seorang terpandang di kalangan penduduk Makkah pada zaman jahiliah, seorang ahli silsilah dan sejarah bangsa Arab. Dialah orang yang pertama masuk Islam dari kalangan kaum laki-laki dan sesudah menjadi seorang Muslim dia terkenal sebagai orang yang bergegas meninggalkan dunia dagang untuk memusatkan diri dalam kegiatan dakwah Islamiah bersama Rasulullah. Banyak orang yang masuk Islam berkat dakwahnya, diantaranya yaitu: Utsman bin Affan, Az Zubair bin Al ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Said bin Abu Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai salah satu Sahabat Muhammad yang paling setia dan terdepan melindungi para pemeluk Islam bahkan terhadap sukunya sendiri.
b.         Ba’iat As Saqifah
Ketika berita wafat Rasulullah tersiar, berkumpullah kaum Anshar di rumah Bani Sa’adah di Madinah. Mereka bermaksud hendak memba’iat dari kaum Anshar, yakni Sa’d bin ‘Ubadah seorang pemimpin kaum Khajraj untuk menjabat khalifah
Muhammad sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk menggantikannya menjadi Imam dalam Shalat. Hal ini menurut sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar Abu Bakar diangkat menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil kaum Muslim saat itu, yang kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih merujuk kepada Ali bin Abi Thalib karena ia merupakan keluarga Nabi. Setelah sekian lama perdebatan akhirnya melalui keputusan bersama umat islam saat itu, Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat islam setelah wafatnya Muhammad. Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari tahun 632 sejak kematian Muhammad hingga tahun 634 M.
Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium. Abu Bakar meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun 634 M akibat sakit yang dialaminya.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.


2.      Umar bin Khattab (13-23 H/634-644M)
a.       Umar Sejak Lahir Sampai Menjadi Khalifah.
Silsilah Umar bin Khattab bin Nafil bin Abdul Uzza bin Rabah bermuara di ka’b bin Luay Al Quraisy Al ‘adawi. Bani ‘adi adalah terkenal di kalangan masyarakat arab mereka adalah salah satu puak dari sejumlah puak Quraisy yang terkenal sebagai orang-orang terkenal dan mulia. Mereka adalah para pahlawan islam terkenal seperti Zaid bin ‘Amr bin Nafil yang menolak untuk menyembah berhala pada zaman jahiliyah karena ia patuh dalam agama hanif. Putranya yang bernama Zaid adalah salah seorang dari sepuluh orang yang di jamin masuk surga tanpa hisab, kemudian Kharijah bin Hadzdzafah adalah orang yang menjabat hakim mesir pada masa pemerintahan ‘Amr bin Al’ash. Silsilah Umar bersambung dengan Rasulullah pada kakek ke tujuh sedang dari pihak ibunda, Umar silsilahnya bertemu Rasulullah SAW pada kakek ke enam. Kun-yah (panggilan) Umar adalah Abu Hafash. Dia mendapat panggilan ini saat Rasulullah melihat karakternya yang tegas.
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria, sekarang Istanbul), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang Zoroastrianis, budak Fanatik dari Persia bernama Abu Lu'luah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'd ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
b.      Umar Masuk Islam
Umar bin Kathab masuk islam pada tahun ke lima dari kerasulan. Islamnya Umar mempunyai pengaruh besar bagi kejayaan Islam. Sebab, tatkala telah masuk Islam ia menolak untuk menyembunyikan dirinya telah menjadi seorang muslim dengan keyakinan bahwa tidak aka nada yang berani menentang dirinya.
Pada mulanya dia seorang penentang dakwah Islam yang terkenal gigih dan sangat keras. Tetapi tidak lama kemudian dia menjadi pengikut Rasulullaah yang aktif menyebarkan Islam.
c.       Umar Dibai’at
Ketika Abu bakar jatuh sakit dan dirasa ajalnya sudah dekat ia khawatir ajalnya tiba tanpa terlebih dahulu menunjuk siapa pun sebagai pengganti dirinya sebagai khlaifah yang mampu mempersatukan dan kekuatan kaum muslimim.
Setelah melalui proses penyeleksian yang sangat ketat, akhirnya Umar dipilih agar menggantikan posisi Abu Bakar . Setelah itu, Abu Bakar pun memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan bahwa Umar adalah penganti dirinya nanti.
Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
                             

d.      Sifat Umar- Umar Wafat
Umar r.a adalah seorang yang berwatak tegas dalam hak. Umar juga terkenal sebagi orang yang berpedang tajam dan yang megancam hendak membunuh setiap orang yang lantang berani berkata, sesungguhnya Muhammad telah mati. Dia terkenal sebagai orang yang teguh memegang prinsip dan bersikap keras kepada orang-oranng yang terlambat menyampaikan bai’at.
Umar juga adalah khalifah yang bersikap keras dan tegas kepada para gubernurnya (para pembantu). Khalifah Umar adalah seorang khalifah yang sangat besar menaruh perhatian kaum muslim. Umar juga seorang yang tidak suka memberi maaf kepada terpidana sekalipun ia seorang berkedudukan sehingga sekali ia harus menerima hukuman atas kejahatan yang dilakukannya maka tetap hukuman itu harus dikenakan. Umar juga seorang khalifah yang rendah diri bahkan seorang yang bisa marah besar. Khalifah Umar adalah seorang ‘alim yang luas pengetahuannya seputar Al Qur’an dan tafsirnya. Sekaligus seorang sahabat yang paling pemberani, khlaifah Umar juga sebagai seorang wara’ dan meninggalkan kemewahan duniawi sekaligus seorang hakim yang sangat bersih, yakni sangat adil dalam menegakkan kebenaran dan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang lain terutama kepada dirinya.
Umar bin Khathab wafat karena ditikam oleh Fairuz yang lebih terkenal dengan panggilan Abu Lu’luah seorang budak kepunyaan al-Mughirah bin Syu’bah. Umar bin Khaththab meninggal pada bulan Dzulhijah tahun 23 H. Memerintah selama dua puluh tahun enam bulan dalam usia 63 tahun.
Kematian Umar ditangan seorang budak berdarah Persia adalah suatu bukti, betapa rasa dendam dan benci menguasai jiwa orang-orang Persia sesudah kekuasaan mereka hancur daan sesudah negeri mereka di bawah kekuasaan bangsa Arab.
3.      Utsman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M)
a.       Utsman sejak lahir sampai menjadi Khalifah
Utsman bin Affan bin Abu al ‘Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay al Amawi Al Quraisy, lahir pada tahun ke lima dari kelahiran Rasulullah SAW. Ibunya bernama Arwa bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abdu Syams. Nenek dari ibunya bernama Al-Baidha’ binti Abdul Muthalib, bibi Rasullah SAW yakni saudari kembaran Abdullah, ayah Rasulullah SAW.
Utsman masuk Islam melalui Abu Bakar dan dinikahkan oleh Rasulullah SAW dengan puterinya yang bernama Ruqayah bin Rasulullah. Sesudah Ruqayah wafat, Utsman kemudian dinikahkan lagi dengan puteri beliau yang bernama Ummu Kultsum dan oleh sebab itu dia digelari Dzunnurain yang berarti mendapat anugerah dua cahaya, yakni memperisteri dua puteri Rasulullah.
b.      Kisah Asy Syura (Utsman di Bai’at)
Akhirnya Utsman terpilih sebagai khalifah dan karenanya kaum muslimin terbagi menjadi pendukung kaum Amawi dan kaum Hasyimi atau Alawi. Sesudah dibai’at, lalu Utsman berpidato di hadapan masyarakat, sesungguhnya kalian berada di tempat sementara dan perjalanan hidup kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah kalian sedapat mungkin pada amal kebaikan sebelum ajal menjemput. Sungguh ajal tidak pernah sungkan datang di sembarang waktu dan keadaan, baik siang maupun malam, ingatlah! Sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya, janganlah kalian terpedaya oleh kemilau dunia dan janganlah sekali-kali kalian melakukan tipu daya kepada Allah. Ambilah pelajaran dari orang-orang sebelum kalian, kemudian bersungguh-sungguhlah kalian dan jangan lalai, sesungguhnya Allah tidak pernah lalai dan melalaikan kalian. Adakah penghuni dunia dan teman-temannya yang lebih mengutamakan kehidupan dunia dan bersenang-senang dengannya yang abadi? Bukankah mereka ditelannya juga? arahkanlah pandangan hidup kalian terhadap dunia seperti yang Allah tunjukkan, dan carilah akhirat, karena sesungguhnya Allah ta’ala telah membuat sebaik-baik perumpamaan baginya, sebgaimna serya berfirman :
ó>ÎŽôÑ$#ur Mçlm; Ÿ@sV¨B Ío4quŠptø:$# $u÷R9$# >ä!$yJx. çm»oYø9tRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# xÝn=tG÷z$$sù ¾ÏmÎ/ ÛV$t6tR ÇÚöF{$# yxt7ô¹r'sù $VJϱyd çnrâõs? ßx»tƒÌh9$# 3 tb%x.ur ª!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« #·ÏtGø)B .
Artinya : “Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka. ( Q.S Al-Kahfi : 45)
c.       Penaklukkan pada masa Utsman
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Utsman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
d.    Sifat Utsman dan wafat Utsman
Khalifah utsman seorang yang taqwa, wara’, selalu menjalankan puasa sepanjang tahun dan selalu berhaji setiap tahun.


Utsman terkenal sebagai seorang yang baik budi, penyantun, rendah hati, dan sangat kasih kepada ke sesama. Dia adalah orang yang sangat pemalu sehingga sifat yang ini dijadikan sebagai sifat khusus yang dialamatkan oleh Nabi kepadanya.
Khalifah Utsman terkenal seorang yang dikaruniai harta melimpah seperti halnya para hartawan. Namun demikian, khlifah Utsman seorang yang sangat suka berderma kepada sesama, ia sangat jauh dari sifat kikir dan dalam memberi sesuatu kepada mereka tidak hanya sekedar asal terpenuhi hajat hidup pokok saja. Khalifah Utsman telah mengikuti politik khalifah umar yakni ia selalu mencari informasi tentang prilaku para gubernur dari para delegasi yang datang kepadanya dan selalu menanyakan perihal perlakuan gubernur kepada rakyat.
Salah satu sifat khalifah Utsman adalah mudah terpengaruh dengan cerita yang di sadur orang didepannya kemudian pemerintah berada dibawah kendali para familiynya, terutama Marwan bin Al hakam.
Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.
4.      Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M).
a.       Ali Sejak Lahir Sampai Menjadi Khalifah
Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hayim bin Abdu Manaf bin Luay bin Kilab Al Quraisy dilahirkan di Makkah sepuluh tahun sebelum kerasulan, ibunya bernama Fathimah bin Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf. Ia termasuk genersi pertama pemeluk Islam.
Ali adalah orang yang tidur di tempat Rasulullah SAW pada malam beliau hijrah dari Makkah ke Yatsrib. Ketika Rasulullah pulang ke hadirat Allah, Ali sibuk mempersiapkan pemakaman beliau. Menurut pendapat Ali dirinya adalah orang yang paling berhak diantara kaum muslimin atas jabatan khalifah sesudah Rasullah SAW. Sebab, dirinya adalh kelompok pertama orang yang masuk Islam dan orang yang paling dekat kepada Rasulullah karena masih ada hubungan darah yang dekat disamping sebagai menantunya.

b.      Ali Dibai’at - Politik Ali
Pemilihan Ali sebagai khalifah tidak berdasarkan cara yang ditempuh dalam pemilihan para khallifah sebelumnya.  Sedangkan, saat Utsman wafat, ternyataa sebagian kaum pemberontak yang dipimpin oleh Ibnu Saba’ condong untuk mengangkat Ali. Sementara itu, mayoritas para sahabat bertebaran di berbagai kota, diantara mereka itu, seperti Sa’d bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Umar yang bersikap ragu untuk membai’at Ali. Bahkan dari kalangan Kaum Anshar ada yang tidak membai’atnya. Seperti, Hassan bin Tsabit, Maslamah bin Mukhallid, dan Sa’id Al Khudri. Mereka ini kelompok yang berpihak kepada Utsman, diantara para sahabat ada yang melarikan diri ke Syam seperti Al Mughirah bin Syu’bah namun demikian Ali tetap dibai’at oleh mamyoritas para sahabat yang ada di Madinah. Lain lagi dengan sikap Bani Umayyah, ternyata mereka tidak membai’atnya, sebagian dari mereka ada yang pergi ke Syam daan ada yang pergi ke Mekkah.
Sesudah Ali dibai’aat dan menjadi khalifah, ia sebagai orang yang dikenal sangat teguh memegang hak dan tidak main-main dengannya, bergegas menggeser para gubernur yang diangkat oleh utsman yang dianggap sebagai sumber fitnah dan penyebab bangkitnya para pemberontak menentang utsman. Dia tidak mengindahkan nasihat sebahagian para sahabat agar untuk sementara waktu mereka di biarkan dalam posisinya sampai keadaan kembali tenang seperti sebelumnya. Tidak lama sesudah dilantik sebagai khalifah ia segera mengambil alih tanah-tanah yang diberikan oleh utsman kepada sebahagian para kerabat dan keluarga dekatnya untuk dikembalikan ke baitul mal. Sedang dalam membagi kekayaan ia mengikuti qaidah-qaidah yang ditempuh oleh umat. Tindakan yang ditempuhnya ini telah menimbulkan kebencian oleh para gubernur yang hidup senang selama masa Utsman.
Dengan peristiwa diatas, meletuslah perang jamal antara tentara Ali di satu pihak dengan bani umayyah, Aisyah, Thalhah, dan az-zubair di pihak lain. Kemudian terjadilah perang antara pasukan tentara ali dengan tentara pasukan Muawiyah di Shiffin yang berakhir dengan tahkim dan berakibat terpecahnya barisan tentara ali menjadi tentara yang tetap setia kepadanya dan muncullah kaum khawarij serta berakibat mesir dikuasai muawiyah.

c.       Sifat Ali – Ali Wafat.
Ali bin abu Thalib adalah seorang yang berkhiaskan budi pekerti terpuji, dia seorang pemalu, yang menepati janji, yang menghormati janji dan sangat memperhatikan serta sangat hati-hati terhadap harta kekayaan kaum muslimin.
Ketika Muawiyah ingin menjadi khalifah, Ali menyadari bahwa yang ditimbulkan karenanya, sehingga ia pun segera menghimpun tentara sebanyak empat puluh ribu guna menyerang muawiyah. Tetapi saat akan pasukan tentara bergerak, Abdurrahman bin Muljam Al Khariji berhasil menikam Ali dengan pedang beracun sehingga ia wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H.
Peristiwa terbunuhnya Ali ini adalah merupakan suatu tindakan kriminal terencana yang disepakati oleh tiga orang dari kalangan kaum Khawarij. Mereka telah sepakat untuk membunuh Ali, Muawiyah dan Amr bin Al ‘Ash dalam satu hari yang sama supaya umat islam terhindar dari perang memperebutkan kursi khalifah.
Setelah Khulafaur Rasyidin
Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh purta Ali yaitu Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka Hasan menyerahkan jabaran kekhalifahan kepada Mu’awiyah. Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah). Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa sesudahnya sering bertindak otoriter.


BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.
Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammaddengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum.
B.  Saran
Sejarah adalah gambaran kehidupan masa lalu yang bisa kita ambil hikmah didalamnya. Khulafa al-Rasyidin hendaknya menjadi contoh bagaimana sistem pemerintahan yang baik yang di Ridhai oleh Allah SWT karena sejalan dengan syari’at Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ibrahim  Hasan, Hasan. 2001. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Kalam Mulya.
Http//Wikipedia.org/wiki/Khulafaur­­_Rasyidin.


0 comments :

Post a Comment