PSIKOLOGI
KEPRIBADIAN
Tulisan yang terbatas ini
hanya memuat beberapa pembahasan mengenai aspek-aspek kejiwaan dalam pribadi
seseorang yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari atau dalam
latihan-latihan, karena latihan yang kita laksanakan berhubungan dengan manusia
sebagai objek dengan membawa berbagai karakter, tipe kepribadian dan
temperamen.
A. Perasaan
Kerap kali kita melihat
orang tampak gembira atau sedih. Gembira
atau sedih ini adalah pernyataan-pernyataan perasaan. Perasaan itu menyatakan
sesuatu tentang keadaan jiwa pada suatu saat. Ada rasa “suka dan tidak suka”.
Rasa
suka adalah rasa yang menyenangkan : enak, ketenangan, keindahan, lezat,
kebahagiaan dan sebagainya. Rasa tidak suka adalah rasa yang tidak enak,
tidak menyenangkan, dukacita, takut, khawatir, gelisah, kesedihan, kacau dan
sebagainya.
Perasaan
itu selalu bersifat perseorangan, selalu bersama-sama dengan gejala-gejala jiwa
lainnya, seperti teringat sesuatu, frustasi, kecewa, bahagia dan lain lain.
Perasaan biasanya menyatakan diri dengan tingkah laku dan dapat diselidiki
dengan jalan ekstrospeksi dan introspeksi. Perasaan ada yang bersifat biologis
dan rohaniyah. Perasaan biologis meliputi perasaan yang berhubungan dengan
fungsi hidup jasmaniah (lapar, haus, letih, lesu dan lain-lain).
Perasaan
rohaniyah meliputi ; perasaan intelek yang menyertai pekerjaan intelektual,
perasaan estetis yang berhubungan dengan keindahan (termasuk hal-hal yang
lucu), perasan etis yang berhubungan dengan perbuatan baik dan buruk, perasaan
keagamaan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa dimana kita ingat kepada
Tuhan, perasan diri yang menyertai gambaran kita sendiri (positif dan negatif ;
kompleks inferior/superior), perasaan sosial dalam hubungan kita dengan orang
lain.
B.
Prasangka
Prasangka
adalah predisposisi untuk memberikan penilaian yang diskriminatif terhadap
pribadi atau kelompok tertentu. Menurut analisis transaksional, hal ini terjadi
karena cara hidup yang kita peroleh dari pengalaman sejak kecil atau masa lalu
menjadikan kita tidak dapat melihat keadaan sebenarnya dengan jelas.
Kita
mempunyai harapan-harapan tertentu tentang orang lain –seringkali harapan yang
bersifat negatif--, karena perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, agama atau
perbedaan kelompok. Harapan-harapan demikian seringkali tidak diajarkan terus
terang pada kita, tetapi diangkat dari pengamatan kita terhadap prasangka
mereka yang berpengaruh pada masa kecil kita.
Ketika saya
melakukan/memimpin sebuah pelatihan (Up-grading), seorang peserta wanita
meminta waktu untuk berbicara dengan saya pada hari ke 2. Ia kelihatan sangat
kikuk dan mengatakan kepada saya, bahwa ia tidak tahu apa yang harus
dikatakannya. Saya memberikan dorongan dan akhirnya ia mengatakan “saya merasa
sangat malu ! ketika pertama kali anda masuk ruangan untuk memberikan materi,
saya agak jengkel”. “Bayangkan, ketika saya memutuskan untuk ikut acara ini,
saya akan dipimpin oleh seorang yang pemarah”, “akan tetapi saya merasa tertipu
oleh prasangka saya, dan kini harus saya katakan kepada anda, bahwa anda adalah
orang yang ramah dan suka humor dan materi yang anda berikan sangat berguna
bagi saya”, “saya sangat malu karena waktu itu langsung mengira bahwa saya akan
“ketakutan” dan tidak akan mendapatkan materi yang berguna, karena anda
terlihat seperti seorang yang galak”.
Peserta wanita tersebut
telah mempunyai prasangka yang bukan-bukan, tapi ia tidak bersikeras dengan
prasangkanya, sehingga ia masih dapat berubah pandangan. Sayang sekali pada
beberapa kasus, ada orang yang demikian kuat prasangkanya, sehingga tidak dapat
mengubahnya, karena prasangka dapat mendistorsi persepsi kita tentang realita,
maka prasangka merupakan hambatan yang besar dalam komunikasikita dengan orang
lain. Menyadari prasangka kita sendiri biasanya sulit, karena kita selalu yakin
akan kebenaran prasangka itu.
Adakalanya
prasangka mampu membuat seseorang yang kurang percaya diri merasa lebih baik.
Prasangka dapat membuat orang memandang rendah orang lain. Sesungguhnya hal
demikian justru mempersulit upaya mengenali dan menghilangkan prasangka. Orang
yang sangat dikuasai prasangka biasanya selalu merasa tidak aman dan bersifat
kaku.
Mereka
selalu mencoba mengatasi keraguan dan ketakutan mereka dengan merendahkan orang
lain, melemparkan kesalahan pada orang lain, dan menganut faham yang dogmatis.
Menyadari sifatnya tersebut, membuat kita tidak mudah marah terhadapnya. Orang
yang demikian tidak akan menjadi baik bila dihadapi dengan sikap yang keras dan
menuntut ; sebaiknya, mereka membutuhkan rasa aman dan tenang, sebelum mampu
menghilangkan sikapnya yang kurang baik.
C.
Delusi
Delusi
merupakan keyakinan semu yang sesungguhnya tidak benar, dan tidak dapat
dikoreksi dengan pikiran sehat. Terdapat perbedaan antara delusi dengan
kekeliruan yang adakalanya kita lakukan dalam menanggapi fakta-fakta, karena
delusi ditimbulkan oleh berbagai perasaan negatif. Timbul delusi bila perasaan
yang kuat mewarnai persepsi kita tentang dunia, diri kita atau orang lain. Mungkin
kita masih ingat bagaimana seseorang merasa bahwa orang-orang menilai dirinya
secara negatif.
Delusi menyudutkan kita
untuk melakukan tindakan yang mengacaukan situasi. Kita bertindak berdasarkan
persepsi salah yang membuat kita membayangkan respons negatif dari orang lain,
karena itu mungkin sekali kita justru mendapat reaksi seperti yang dibayangkan
sehingga menguatkan rasa takut kita.
D. Atribusi
Kita semua mencoba memahami
pengalaman-pengalaman kita, kemudian berupaya agar pengalaman-pengalaman
tersebut bermakna, dan menafsirkannya. Atribusi, beberapa alasan yang kita
gunakan untuk menerangkan pengalaman-pengalaman kita biasanya mengacu pada
beberapa ciri khusus seseorang (dari kita sendiri dan orang lain) atau pada
keadaan sekitarnya. Atribusi yang kita miliki membantu pembentukan khayalan
kita yang terarah.
Tina mempunyai berat badan
yang berlebihan. Ia takut orang tidak menyukainya, oleh karena itu ia
menghindari pertemuan-pertemuan di masyarakat. Ia mengkambinghitamkan
kegemukannya sebagai penyebab kesulitan-kesulitannya. Bila ia tidak mengurangi
berat badannya, ia akan terus saja berkeyakinan bahwa semua masalah yang
diambilnya dapat teratasi bila berat badannya turun.
E. Disonansi Kognitif
Adakalanya pemahaman kita
terganggu, sehingga menyulitkan kita. Kita juga merasakan disonansi kognitif
bila sikap dan tingkah laku kita tidak serasi. Disonansi kognitif terjadi bila
kehidupan psikologis kita tidak harmonis.
Eman adalah seorang perokok
berat, ketika bermunculan himbauan-himbauan tentang bahaya merokok bagi
kesehatan, ia selalu mengatakan akan berhenti merokok. Tetapi kenyataannya
tidak, dan ia tidak lagi berbicara tentang rencana menghentikan kebiasaan
tersebut. Tampaknya ia tetap menikmati kebiasaan merokoknya. Suatu saat bila ia
didesak tentang hal itu, iapun mengatakan bahwa ia sesungguhnya tahu dan harus
berhenti merokok, tapi hidupnya kini sangat tertekan, sehingga ia tidakdapat
berhenti merokok sekarang ini.
Ini menunjukkan bagaimana
terjadinya disonansi kognitif. Keadaan tersebut bagi kita sesungguhnya tidak
enak. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus dilepas, atau ada
ketidaksesuaian antara suatu keyakinan dengan keyakinan-keyakinan atau sikap
yang penting. Bersikeras mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat
menyiksa. Pikiran Eman yang pertama adalah berhenti merokok, tetapi ia tidak
sanggup melakukannya. Kemudian ia mengabaikan peringatan tentang kesehatan
(menganggap bahwa peringatan tersebut bukan ditujukan kepadanya) dan ia dapat
terus merokok dengan santai. Ketika ia diberitahu untuk memperhatikan
peringatan-peringatan ini, ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia akan berhenti
merokok, ia menggunakan beberapa cara disonansi kognitif untuk mengatakan hal
itu.
Dua cara lain untuk
menghadapi disonansi adalah dengan reaksi “anggur yang masam” dan “Jeruk yang
manis”. Kita mencoba meyakinkan diri bahwa sebenarnya kita tidak menginginkan
apa yang tidak dapat kita peroleh, atau bahwa kita menyenangi sesuatu yang
tidak kita kehendaki tetapi kita tidak dapat melepaskannya. Kita juga dapat
mengatasinya dengan mengusahakan persesuaian pendapat tentang keyakinan
tertentu yang penting untuk memperkuat keyakinan kita yang kurang kokoh.
F. Gaya Interpersonal
Gaya interpersonal
berkaitan dengan cara kita memperlakukan orang lain dan perlakuan orang lain
terhadap diri kita sesuai dengan yang kita harapkan. Orang dewasa seperti
halnya anak-anak, berbeda caranya berkomunikasi dengan orang lain. Ada orang
yang hanya sedikit memberikan andil bagi orang lain, tetapi banyak sekali yang
mengharapkan dari andil orang lain. Ada orang yang memanfaatkan kemarahan yang
meluap-luap untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan atau membisu atau
menarik diri bila keadaan dirasakannya tidak menyenangkan. Ada pula yang
mencoba mempermainkan atau “memanfaatkan” orang lain dan adapula yang sangat
menghargai orang lain dan memperlakukannya sebagaimana mereka ingin
diperlakukan. Seperti halnya gaya moral, kita mengikuti suatu cara tertentu
dalam menuju kematangan hubungan pergaulan.
G. Tahap Impulsif
Tina mempertimbangkan
masalah-masalah moral hanya pada saat-saat ia menemui kesulitan. Tampaknya ia
tidak mengerti bahwa orang membutuhkan peraturan-peraturan mengenai perilaku
dalam kehidupan bersama. Baginya, suatu perbuatan yang tercela hanyalah
perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, Tina hidup menurut impulsnya ;
adakalanya ia mabuk-mabukan dan termasuk orang yang “bermurah hati” dalam
kehidupan seksual.
Bila
mengalami frustasi atau marah, Tina suka mengamuk. Ia memandang orang lain
sebagai sumber masukan, dan menilai diri mereka dari seberapa banyak bantuan
orang tersebut kepadanya. Dalam pandangannya yang terpusat pada diri sendiri
itu, ia mengabaikan perasaan dan keinginan orang lain. Bila masalah
interpersonal menjadi terlalu sulit, ia akan dengan serta merta melarikan diri
dari keadaan, tidak berusaha memperbaiki dan mencarikan solusi dari
permasalahan yang muncul tapi bahkan mengakhiri suatu hubungan interpersonal.
Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal
itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu
tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal
itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal
itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal
itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal
itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal
itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan
berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai
bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir
tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal
itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian
besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa
ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha
mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan
dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia
menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab
sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk
berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya.
Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari
kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina
melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan
dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia
menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
pengertian
psikologi kepribadian dari berbagai buku
o Psikologi
kepribadian adalah ilmu yang mencakup upaya sistematis untuk
mengungkapkan dan menjelaswkan pola teratur dalam pkiran, perasaan, dan
perilaku nyata seorang yang mempeengaruhi kehidupannya sehari-hari. Sehingga
mampu menjawab tiga pertanyaan, yaitu
-
Apa, yang mengungkapkan karakteristik seseorang dan bagaimana karrakteristik
itu ditata untuk saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
-
Mengapa, yang memberitahukan determinan atau penentu kepribadian seseorang
-
Mengapa, yang menyatakan alasan dari perilaku individual.
A Pervin, Lawrence,dkk , 2004. Psikologi
kepribadian teori dan penelitian. United State of America; McGraw-Hill
Company.
o Psikologi
klepribadian adalah studi tentang kekuatan-kekuatan psikologi ang membuat
setipa orang unik. Cara menjawab pula, “arti mengapa menjadi manusia ?” dengan
melakukan observasi sistematik tentan jalan dan alasan seseorang berperilaku.
Friedmen, Howard S and Miriam W Schoctack,
2006. Kepribadian teori klasik dan modern. United State of America ;
Pearson Education, Inc.
o Psikologi
kepribadian adalah study yang mempelajari ide-ide bahwa setiap kepribadian
merupakan pola organisasi berbagai tingkah lahu yang berbeda yan dimiliki
setiap individu.
Wilcox, Dr Lynn, 2001. Personality
psychotherapy. Boston ; sambala publication, Inc,
o Psikologi
kepribadian sebenarnya bukanlah barang baru, tapi seudah sering diusahakan oleh
para ahli namun dengan istilah yang berberda. Seperti, characterologie, the
science od character, psychology of character, theory of personality, daln
lain-lain. Kalau orang telah memilih istilah kepribadian, selanjutnya
masih perlu ditunjukkan, bahwa istilah psikologikepribadian lebih tepat
daripada istilah teori kepribadian karena orang yang mempersoalkan kepribadian
itu dalam arti psikologis.
Psikologi kepribadian
merupakan pengetahuan ilmiah. Sebagai
pengetahuan ilmiah,
psikologi kepribadian menggunakan konsep-konsep
dan metoda-metoda yang
terbuka bagi pengujian empiris. Penggunaan
konsep-konsep dan
metoda-metoda ilmiah dimaksudkan agar psikologi
kepribadian
bisa mencapai sasarannya, yaitu : pertama, memperoleh
informasi
mengenai tingkah laku manusia dan kedua, mendorong individuindividu
agar
bisa hidup secara penuh dan memuaskan.
Usaha
untuk memperoleh pemahaman mengenai perilaku manusia
bukan hanya dimaksudkan untuk
melampiaskan hasrat ingin tahu saja tetapi
juga diharapkan bermanfaat
bagi peningkatan kualitas hidup manusia.
Pengetahuan
mengenai perilaku individu-individu beserta faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku
tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan
dalam kegiatan terapan atau
praktik seperti psikoterapi dan programprogram
bimbingan, latihan dan
belajar yang efektif, juga melalui perubahan
lingkungan psikologis
sedemikian rupa agar individu-individu itu mampu
mengembangkan segenap potensi yang dimiliki
secara optimal.
Psikologi kepribadian, sama
halnya dengan cabang-cabang lainnya dari
psikologi, memberikan
sumbangan yang berharga bagi pemahaman
tentang manusia melalui
kerangka kerja psikologi secara ilmiah. Yang
membedakan psikologi
kepribadian dengan cabang-cabang lainnya adalah
usahanya untum
mensintesiskan dan mengintegrasikan prionsip-prinsip
yang terdapat dalam
bidang-bidang psikologi lain tersebut. Dalam bidang
psikologi tidak ada satu
bidangpun yang memiliki daerah yang demikian
luas seperti psikologi
kepribadian
Koeswara, E. 2001 .Teori-teori Kepribadian.
Bandung ;Eresco.
o Psikologi
kepribadian ialah ilmu yang mendalami mengenai individu konsisten dengan
penekanannya atas keunikan dari setiap manusia, serta juga berusaha untuk
mendeskripsikan manusia dalam bentuk sifat umum, merampas keunikan individual
mereka, namun dengan cenderung menyederhanakan perilaku individu pada
sifat-sifat umum.
Ilmu tentang individu yang meliputi perilaku
yang terlihat dan pikiran yang tidak terlihat serta tidak hanya merupakan
sesuatu tetapi juga melahirkan sesuatu yang mencakup substansi dan perubahan,
produk dan proses serta struktur danperkembangannya.
Jfeist, Jess Feist Gregory, 2009. Teori
kepribadian. United State of America; McGraw-Hill Company.
o Sesuai dengan
kedudukannya, maka psikologi kepribadian dirumuskan sebgai psikologi yang
membahas kepribadian.,n artinya yang dipelajari adalah seluruh pribadinya,
bukan hanya pikirannya, perasaannya, dan sebagainya, melainkan secara
keseluruhannya, sebagai panduan antara jasmani dan rohani. Oleh karena itu,
didalam proses pertumbuhannya dipengaruhi oleh faktor faktor dari dalam yang
terdiri dari bermacam-macam disposisi yang dibawa sejak lahir dan juga faktor
dari lingkungannya yang terdiri atas bermacam-macam hal.
Sujanto, Agus, dkk, 2001. Psikologi
Kepribadian. Jakarta; Bumi Aksara.
o Psikologi
kepribadian merupakan ilmu watak atau karakterologi yang mempunyai arti rangkap
Suryabrata, Sumadi, 1986. Psikologi
Kepribadian. Jakarta; Rajawali.
o The study of
personality has involved the proliferation of an apparently unending series of
theories, or models, each of concentrating on different personal
characteristics or situational variables, as crucial and the description of
person and the delineation of individual differences of personality between
person.
Taylor, Ann and W Lady Slaw Stuckin, 1970. Introduction
psychology. England; Penguin BooK.
0 comments :
Post a Comment