Wednesday, November 12, 2014

Psikologi Kepribadian

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN


Tulisan yang terbatas ini hanya memuat beberapa pembahasan mengenai aspek-aspek kejiwaan dalam pribadi seseorang yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari atau dalam latihan-latihan, karena latihan yang kita laksanakan berhubungan dengan manusia sebagai objek dengan membawa berbagai karakter, tipe kepribadian dan temperamen.

A.     Perasaan

Kerap kali kita melihat orang tampak gembira atau sedih. Gembira atau sedih ini adalah pernyataan-pernyataan perasaan. Perasaan itu menyatakan sesuatu tentang keadaan jiwa pada suatu saat. Ada rasa “suka dan tidak suka”.
Rasa suka adalah rasa yang menyenangkan : enak, ketenangan, keindahan, lezat, kebahagiaan dan sebagainya.  Rasa tidak suka adalah rasa yang tidak enak, tidak menyenangkan, dukacita, takut, khawatir, gelisah, kesedihan, kacau dan sebagainya.
Perasaan itu selalu bersifat perseorangan, selalu bersama-sama dengan gejala-gejala jiwa lainnya, seperti teringat sesuatu, frustasi, kecewa, bahagia dan lain lain. Perasaan biasanya menyatakan diri dengan tingkah laku dan dapat diselidiki dengan jalan ekstrospeksi dan introspeksi. Perasaan ada yang bersifat biologis dan rohaniyah. Perasaan biologis meliputi perasaan yang berhubungan dengan fungsi hidup jasmaniah (lapar, haus, letih, lesu dan lain-lain).
Perasaan rohaniyah meliputi ; perasaan intelek yang menyertai pekerjaan intelektual, perasaan estetis yang berhubungan dengan keindahan (termasuk hal-hal yang lucu), perasan etis yang berhubungan dengan perbuatan baik dan buruk, perasaan keagamaan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa dimana kita ingat kepada Tuhan, perasan diri yang menyertai gambaran kita sendiri (positif dan negatif ; kompleks inferior/superior), perasaan sosial dalam hubungan kita dengan orang lain.

B.     Prasangka

Prasangka adalah predisposisi untuk memberikan penilaian yang diskriminatif terhadap pribadi atau kelompok tertentu. Menurut analisis transaksional, hal ini terjadi karena cara hidup yang kita peroleh dari pengalaman sejak kecil atau masa lalu menjadikan kita tidak dapat melihat keadaan sebenarnya dengan jelas.
Kita mempunyai harapan-harapan tertentu tentang orang lain –seringkali harapan yang bersifat negatif--, karena perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, agama atau perbedaan kelompok. Harapan-harapan demikian seringkali tidak diajarkan terus terang pada kita, tetapi diangkat dari pengamatan kita terhadap prasangka mereka yang berpengaruh pada masa kecil kita.
Ketika saya melakukan/memimpin sebuah pelatihan (Up-grading), seorang peserta wanita meminta waktu untuk berbicara dengan saya pada hari ke 2. Ia kelihatan sangat kikuk dan mengatakan kepada saya, bahwa ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Saya memberikan dorongan dan akhirnya ia mengatakan “saya merasa sangat malu ! ketika pertama kali anda masuk ruangan untuk memberikan materi, saya agak jengkel”. “Bayangkan, ketika saya memutuskan untuk ikut acara ini, saya akan dipimpin oleh seorang yang pemarah”, “akan tetapi saya merasa tertipu oleh prasangka saya, dan kini harus saya katakan kepada anda, bahwa anda adalah orang yang ramah dan suka humor dan materi yang anda berikan sangat berguna bagi saya”, “saya sangat malu karena waktu itu langsung mengira bahwa saya akan “ketakutan” dan tidak akan mendapatkan materi yang berguna, karena anda terlihat seperti seorang yang galak”.
Peserta wanita tersebut telah mempunyai prasangka yang bukan-bukan, tapi ia tidak bersikeras dengan prasangkanya, sehingga ia masih dapat berubah pandangan. Sayang sekali pada beberapa kasus, ada orang yang demikian kuat prasangkanya, sehingga tidak dapat mengubahnya, karena prasangka dapat mendistorsi persepsi kita tentang realita, maka prasangka merupakan hambatan yang besar dalam komunikasikita dengan orang lain. Menyadari prasangka kita sendiri biasanya sulit, karena kita selalu yakin akan kebenaran prasangka itu.
Adakalanya prasangka mampu membuat seseorang yang kurang percaya diri merasa lebih baik. Prasangka dapat membuat orang memandang rendah orang lain. Sesungguhnya hal demikian justru mempersulit upaya mengenali dan menghilangkan prasangka. Orang yang sangat dikuasai prasangka biasanya selalu merasa tidak aman dan bersifat kaku.
Mereka selalu mencoba mengatasi keraguan dan ketakutan mereka dengan merendahkan orang lain, melemparkan kesalahan pada orang lain, dan menganut faham yang dogmatis. Menyadari sifatnya tersebut, membuat kita tidak mudah marah terhadapnya. Orang yang demikian tidak akan menjadi baik bila dihadapi dengan sikap yang keras dan menuntut ; sebaiknya, mereka membutuhkan rasa aman dan tenang, sebelum mampu menghilangkan sikapnya yang kurang baik.

C.     Delusi

Delusi merupakan keyakinan semu yang sesungguhnya tidak benar, dan tidak dapat dikoreksi dengan pikiran sehat. Terdapat perbedaan antara delusi dengan kekeliruan yang adakalanya kita lakukan dalam menanggapi fakta-fakta, karena delusi ditimbulkan oleh berbagai perasaan negatif. Timbul delusi bila perasaan yang kuat mewarnai persepsi kita tentang dunia, diri kita atau orang lain. Mungkin kita masih ingat bagaimana seseorang merasa bahwa orang-orang menilai dirinya secara negatif.
Delusi menyudutkan kita untuk melakukan tindakan yang mengacaukan situasi. Kita bertindak berdasarkan persepsi salah yang membuat kita membayangkan respons negatif dari orang lain, karena itu mungkin sekali kita justru mendapat reaksi seperti yang dibayangkan sehingga menguatkan rasa takut kita.

D.    Atribusi

Kita semua mencoba memahami pengalaman-pengalaman kita, kemudian berupaya agar pengalaman-pengalaman tersebut bermakna, dan menafsirkannya. Atribusi, beberapa alasan yang kita gunakan untuk menerangkan pengalaman-pengalaman kita biasanya mengacu pada beberapa ciri khusus seseorang (dari kita sendiri dan orang lain) atau pada keadaan sekitarnya. Atribusi yang kita miliki membantu pembentukan khayalan kita yang terarah.
Tina mempunyai berat badan yang berlebihan. Ia takut orang tidak menyukainya, oleh karena itu ia menghindari pertemuan-pertemuan di masyarakat. Ia mengkambinghitamkan kegemukannya sebagai penyebab kesulitan-kesulitannya. Bila ia tidak mengurangi berat badannya, ia akan terus saja berkeyakinan bahwa semua masalah yang diambilnya dapat teratasi bila berat badannya turun.

E.     Disonansi Kognitif

Adakalanya pemahaman kita terganggu, sehingga menyulitkan kita. Kita juga merasakan disonansi kognitif bila sikap dan tingkah laku kita tidak serasi. Disonansi kognitif terjadi bila kehidupan psikologis kita tidak harmonis.
Eman adalah seorang perokok berat, ketika bermunculan himbauan-himbauan tentang bahaya merokok bagi kesehatan, ia selalu mengatakan akan berhenti merokok. Tetapi kenyataannya tidak, dan ia tidak lagi berbicara tentang rencana menghentikan kebiasaan tersebut. Tampaknya ia tetap menikmati kebiasaan merokoknya. Suatu saat bila ia didesak tentang hal itu, iapun mengatakan bahwa ia sesungguhnya tahu dan harus berhenti merokok, tapi hidupnya kini sangat tertekan, sehingga ia tidakdapat berhenti merokok sekarang ini.
Ini menunjukkan bagaimana terjadinya disonansi kognitif. Keadaan tersebut bagi kita sesungguhnya tidak enak. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa. Pikiran Eman yang pertama adalah berhenti merokok, tetapi ia tidak sanggup melakukannya. Kemudian ia mengabaikan peringatan tentang kesehatan (menganggap bahwa peringatan tersebut bukan ditujukan kepadanya) dan ia dapat terus merokok dengan santai. Ketika ia diberitahu untuk memperhatikan peringatan-peringatan ini, ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia akan berhenti merokok, ia menggunakan beberapa cara disonansi kognitif untuk mengatakan hal itu.
Dua cara lain untuk menghadapi disonansi adalah dengan reaksi “anggur yang masam” dan “Jeruk yang manis”. Kita mencoba meyakinkan diri bahwa sebenarnya kita tidak menginginkan apa yang tidak dapat kita peroleh, atau bahwa kita menyenangi sesuatu yang tidak kita kehendaki tetapi kita tidak dapat melepaskannya. Kita juga dapat mengatasinya dengan mengusahakan persesuaian pendapat tentang keyakinan tertentu yang penting untuk memperkuat keyakinan kita yang kurang kokoh.

F.      Gaya Interpersonal

Gaya interpersonal berkaitan dengan cara kita memperlakukan orang lain dan perlakuan orang lain terhadap diri kita sesuai dengan yang kita harapkan. Orang dewasa seperti halnya anak-anak, berbeda caranya berkomunikasi dengan orang lain. Ada orang yang hanya sedikit memberikan andil bagi orang lain, tetapi banyak sekali yang mengharapkan dari andil orang lain. Ada orang yang memanfaatkan kemarahan yang meluap-luap untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan atau membisu atau menarik diri bila keadaan dirasakannya tidak menyenangkan. Ada pula yang mencoba mempermainkan atau “memanfaatkan” orang lain dan adapula yang sangat menghargai orang lain dan memperlakukannya sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Seperti halnya gaya moral, kita mengikuti suatu cara tertentu dalam menuju kematangan hubungan pergaulan.

G.    Tahap Impulsif

Tina mempertimbangkan masalah-masalah moral hanya pada saat-saat ia menemui kesulitan. Tampaknya ia tidak mengerti bahwa orang membutuhkan peraturan-peraturan mengenai perilaku dalam kehidupan  bersama. Baginya, suatu perbuatan yang tercela hanyalah perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, Tina hidup menurut impulsnya ; adakalanya ia mabuk-mabukan dan termasuk orang yang “bermurah hati” dalam kehidupan seksual.
Bila mengalami frustasi atau marah, Tina suka mengamuk. Ia memandang orang lain sebagai sumber masukan, dan menilai diri mereka dari seberapa banyak bantuan orang tersebut kepadanya. Dalam pandangannya yang terpusat pada diri sendiri itu, ia mengabaikan perasaan dan keinginan orang lain. Bila masalah interpersonal menjadi terlalu sulit, ia akan dengan serta merta melarikan diri dari keadaan, tidak berusaha memperbaiki dan mencarikan solusi dari permasalahan yang muncul tapi bahkan mengakhiri suatu hubungan interpersonal.
Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia




pengertian psikologi kepribadian dari berbagai buku
o    Psikologi kepribadian adalah  ilmu yang mencakup upaya sistematis untuk mengungkapkan dan menjelaswkan pola teratur dalam pkiran, perasaan, dan perilaku nyata seorang yang mempeengaruhi kehidupannya sehari-hari. Sehingga mampu menjawab tiga pertanyaan, yaitu
-            Apa, yang mengungkapkan karakteristik seseorang dan bagaimana karrakteristik itu ditata untuk saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
-            Mengapa, yang memberitahukan determinan atau penentu kepribadian seseorang
-            Mengapa, yang menyatakan alasan dari perilaku individual.

A Pervin, Lawrence,dkk , 2004. Psikologi kepribadian teori dan penelitian. United State of America; McGraw-Hill Company.

o    Psikologi klepribadian adalah studi tentang kekuatan-kekuatan psikologi ang membuat setipa orang unik. Cara menjawab pula, “arti mengapa menjadi manusia ?” dengan melakukan observasi sistematik tentan jalan dan alasan seseorang berperilaku.
Friedmen, Howard S and Miriam W Schoctack, 2006. Kepribadian teori klasik dan modern. United State of America ; Pearson Education, Inc.
o    Psikologi kepribadian adalah study yang mempelajari ide-ide bahwa setiap kepribadian merupakan pola organisasi berbagai tingkah lahu yang berbeda yan dimiliki setiap individu.
Wilcox, Dr Lynn, 2001. Personality psychotherapy. Boston ; sambala publication, Inc,
o    Psikologi kepribadian sebenarnya bukanlah barang baru, tapi seudah sering diusahakan oleh para ahli namun dengan istilah yang berberda. Seperti, characterologie, the science od character, psychology of character, theory of personality, daln lain-lain. Kalau  orang telah memilih istilah kepribadian, selanjutnya masih perlu ditunjukkan, bahwa istilah psikologikepribadian lebih tepat daripada istilah teori kepribadian karena orang yang mempersoalkan kepribadian itu dalam arti psikologis.

Psikologi kepribadian merupakan pengetahuan ilmiah. Sebagai
pengetahuan ilmiah, psikologi kepribadian menggunakan konsep-konsep
dan metoda-metoda yang terbuka bagi pengujian empiris. Penggunaan
konsep-konsep dan metoda-metoda ilmiah dimaksudkan agar psikologi
kepribadian bisa mencapai sasarannya, yaitu : pertama, memperoleh
informasi mengenai tingkah laku manusia dan kedua, mendorong individuindividu
agar bisa hidup secara penuh dan memuaskan.
Usaha untuk memperoleh pemahaman mengenai perilaku manusia
bukan hanya dimaksudkan untuk melampiaskan hasrat ingin tahu saja tetapi
juga diharapkan bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup manusia.
Pengetahuan mengenai perilaku individu-individu beserta faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan
dalam kegiatan terapan atau praktik seperti psikoterapi dan programprogram
bimbingan, latihan dan belajar yang efektif, juga melalui perubahan
lingkungan psikologis sedemikian rupa agar individu-individu itu mampu
mengembangkan segenap potensi yang dimiliki secara optimal.
Psikologi kepribadian, sama halnya dengan cabang-cabang lainnya dari
psikologi, memberikan sumbangan yang berharga bagi pemahaman
tentang manusia melalui kerangka kerja psikologi secara ilmiah. Yang
membedakan psikologi kepribadian dengan cabang-cabang lainnya adalah
usahanya untum mensintesiskan dan mengintegrasikan prionsip-prinsip
yang terdapat dalam bidang-bidang psikologi lain tersebut. Dalam bidang
psikologi tidak ada satu bidangpun yang memiliki daerah yang demikian
luas seperti psikologi kepribadian

Koeswara, E. 2001 .Teori-teori Kepribadian. Bandung ;Eresco.
o   Psikologi kepribadian ialah ilmu yang mendalami mengenai individu konsisten dengan penekanannya atas keunikan dari setiap manusia, serta juga berusaha untuk mendeskripsikan manusia dalam bentuk sifat umum, merampas keunikan individual mereka, namun dengan cenderung menyederhanakan perilaku individu pada sifat-sifat umum.
Ilmu tentang individu yang meliputi perilaku yang terlihat dan pikiran yang tidak terlihat serta tidak hanya merupakan sesuatu tetapi juga melahirkan sesuatu yang mencakup substansi dan perubahan, produk dan proses serta struktur danperkembangannya.
Jfeist, Jess Feist Gregory, 2009. Teori kepribadian. United State of America; McGraw-Hill Company.
o   Sesuai dengan kedudukannya, maka psikologi kepribadian dirumuskan sebgai psikologi yang membahas kepribadian.,n artinya yang dipelajari adalah seluruh pribadinya, bukan hanya pikirannya, perasaannya, dan sebagainya, melainkan secara keseluruhannya, sebagai panduan antara jasmani dan rohani. Oleh karena itu, didalam proses pertumbuhannya dipengaruhi oleh faktor faktor dari dalam yang terdiri dari bermacam-macam disposisi yang dibawa sejak lahir dan juga faktor dari lingkungannya yang terdiri atas bermacam-macam hal.
Sujanto, Agus, dkk, 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta; Bumi Aksara.
o   Psikologi kepribadian merupakan ilmu watak atau karakterologi yang mempunyai arti rangkap
Suryabrata, Sumadi, 1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta; Rajawali.
o   The study of personality has involved the proliferation of an apparently unending series of theories, or models, each of concentrating on different personal characteristics or situational variables, as crucial and the description of person and the delineation of individual differences of personality between person.

Taylor, Ann and W Lady Slaw Stuckin, 1970. Introduction psychology. England; Penguin BooK.

0 comments :

Post a Comment