Sanad dan Matan
Hadis
Dalam
mempelajari hadis Nabi Muhammad SAW, seseorang terlebih dahulu harus mengetahui
dua unsur penting yang menentukan keberadaan dan kualitas hadis, yaitu sanad dan matan. Kedua unsur penting ini saling berkaitan dan berhubungan erat,
sehingga apabila salah satunya tidak ada maka tentu akan berpengaruh bahkan
akan merusak eksistensi dan kualitas hadis tersebut.
Suatu
berita tidak akan disebut sebagai hadis apabila tidak memiliki sanad, adapun dapat dinamakan sebagai
hadis, maka hadis tersebut bukan hadis
shahih, melainkan hadis dha’if.
Begitupun
dengan matan, tidak akan ada sanad dalam suatu hadis apabila matan tidak ada. Karena matan adalah materi hadis yang
didalamnya adalah qaulli (perkataan),
af’ali (perbuatan) dan taqriri (persetujuan/ketetapan)
Nabi Muhammad SAW.
Dalam
penilaian kualitas sebuah hadis, kedua unsur ini sangat penting dan menetukan.
Sehingga objek penelitian hadis adalah matan
dan sanad hadis.
Mari
kita kaji lebih dalam kedua unsur penting ini, sanad dan matan hadis.
Sanad secara
etimologi berarti almu’tamad (yang bisa dijadikan
pegangan) atau bisa juga disebut maayartafa’a
minal ardhi (sesuatu yang terangkat tinggi dari bumi). Sedangkan menurut terminologi,
Huwa thariiqulmatani, aysilsilaturruwaatilladziina
naqalulmatana min mashdarihil awwal. Artinya: Sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah yang memindahkan/meriwayatkan
matan dai sumbernya yang pertama.
Matan menurut
bahasa adalah maa shaluba wartafa’a minal
ardhi ( sesuatu yang keras dan terangkat tinggi dari bumi). Sedangkan
menurut istilah, maa yantahii
ilahissanadu minalkalami yaitu Sesuatu
yang berakhir padanya (terletak sesudah) sanad, yaitu berupa perkataan.
Atau
juga bisa diartikan sebagai huwallafdzul hadiitsillatii
taquumu bihaa ma’aanihi (yaitu lafadz yang memuat berbagai pengertian).
Agar
lebih jelas, mari kita ambil contoh salah satu hadits yang berbunyi:
Haddatsanaa ‘abdullaahi ibnu
yusuf qaala akhbarnaa maalikun ‘anibni
syihaabin ‘anmuhammadin ibnu jubairibni muth’im ‘an abiihi qaala: sami’tu
rasuulullaahi shallallaahu’alaihi wasallam qara’a filmaghribiththuuri”
Artinya:
Memberitakan
kepada kami Abdullah bin Yusuf ia berkata: memberitakan kepada kami Malik dari
Ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya berkata: “Aku
mendengar Rasulullah SAW membaca surat Ath-Thur pada shalat Maghrib.”
Nama
|
Perawi*
|
Sanad
|
Jubair bin Muth’im dari ayahnya
|
Perawi
pertama
|
Sanad
ke lima
|
Muhammad
|
Perawi
ke dua
|
Sanad
ke empat
|
Ibnu Syihab
|
Perwai
ke tiga
|
Sanad
ke tiga
|
Malik
|
Perawi
ke empat
|
Sanad
ke dua
|
Abdullah bin Yusuf
|
Perawi
ke lima
|
Sanad
pertama
|
Imam Bukhari
|
Perawi
ke enam (Mukharrij)**
|
|
Matan Hadis
|
Qara’a
filmaghribiththuuri
|
* Perawi/Rawi (Periwayat) adalah orang yang
menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar atau
yang diterimanya dari seseorang (gurunya)
** Mukaharrij adalah orang yang menukilkan
atau yang meriwayatkan hadis dan ditulis dalam kitab karyanya
Sumber:
Buku
‘Ulumul Hadis karya DR. Nawir Yuslem, MA
Buku
‘Ulumul Hadis karya DR. H. Abdul Majid Khon,M.Ag
0 comments :
Post a Comment