Wednesday, September 11, 2013

Pemikiran dan Peran Yusuf Al-Qardhawi - Makalah

BAB I

PENDAHULUAN


a. Latar belakang

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah memerintahkan manusia untuk menyeru saudaranya dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan al-jidal al-hasanah


Shalawat dan salam semoga tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, penuntun umat manusia ke jalan yang benar melalui wahyu dan sabdanya. Sehingga melahirkan ulama-ulama dan intelektual yang berkualitas yang mampu menjawab berbagai permasalahan yang dibutuhkan oleh umat pada zamannya.

Apabila diurut dari awal sangat banyak intelektual Muslim yang jenius dan telah mewariskan karya dan ilmu pengetahuannya kepada kita saat ini. Sebagai contoh Ibnu Sina (Bapak Kedokteran), Mullah Sadra (Metafisikawan), Ibn Al-Haitam (Ahli Fisika optic), Jabir Ibn Hayyam Al-Kufi (Perintis kimia modern) dan diantaranya pula adalah seorang ulama abad ini yaitu Yusuf Al-Qardhawi (selanjutnya disebut Qardhawi).



Sidek Baba secara khusus juga menyebut Qardhawi sebagai salah satu deretan nama seorang mujaddid. Tokoh-tokoh seperti Ibn Taimiyyah, Muhammad Abduh, Muhammad bin Ab. Wahab. Hassan al Banna, Sheikh Muhammad al Ghazali, Ismail Faruqi dan Yusof al Qardawi adalah diantara contoh tokoh-tokoh yang membawa pembaharuan pemikiran pada tempo-tempo terdahulu hingga saat ini. Dalam Dunia Melayu tokoh-tokoh seperti Wali Songo, Muhammad Nasir, Sheikh Tahir Jalaluddin, Muhammad Naquib al Attas adalah sebahagian dari tokoh-tokoh pembaharuan dalam pelbagai bidang ilmu Islam.[1]

Maka sudah selayaknyalah kita menelaah lebih jauh bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan oleh tokoh-tokoh zaman tempo dulu yang membawa kemajuan pada Pendidikan Islam dahulu sampai sekarang. Banyak hal yang berkaitan dengan hal itu yang harus kita bahas lebih jauh untuk mendapatkan pelajaran dan ilmu baru sekaligus pengimplementasiaannya baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia Pendidikan Islam dan Global (konvensional).

Pendidikan Islam kita haruslah banyak berifikir lagi karena kenapa, Islam mundur? Islam mundur karena sekularisme yang jauh lebih dalam. Jika kita meninjau tempo dulu kenapa setiap kali kita membuat karya atau berteori selalu saja mengaitkan dan mengambil teori dari filosof terdahulu. Ini menandakan bahwa dewasa ini hanya mengupas dan menambah tanpa adanya peran filsafat yang berkembang zaman ini. Di abad ini banyak sekali ilmuan yang bermunculan, tapi sayangnya semuanya tidak memberikan kaidah keilmuan yang baru, semua hanya bisa mengulas dan sedikit menambah. Bayangkan jika kita seperti tokoh ilmuwan zaman dahulu yang selalu berfilsafat untuk mendapatkan Ilmu baru.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengupayakan untuk menelaah lebih jauh salah satu tokoh terkemuka Yusuf Al-Qardhawi dalam kaidah Pendidikan Islam dengan pola pemikirannya.

b. Permasalahan

Setelah kita tahu bagaimana latar belakang yang sudah di jelaskan oleh penulis maka kita mendapatkan beberapa pokok permasalahan yang patut kita telaah lebih jauh lagi diteliti lebih rinci. Akan tetapi, dalam hal ini penulis membatasi masalah hanya untuk mengkaji sepak terjang Yusuf Al-Qardhawi dan Pendidikan Islam.

1. Bagaimana biografi lengkap Yusuf Al-Qardhawi?

2. Apa saja karya-karya Yusuf Al-Qardhawi berikut penjelasannya?

3. Bagaimana pemikiran Yusuf Al-Qardhwai dalam konteks Pendidikan Islam atau Pemikiran Islam?

4. Sejauh mana peranan Yusuf Al-Qardhawi pada Pendidikan Islam dengan pola pemikirannya?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Yusuf Al Qardhawi

Yusuf al-Qaradawi (lahir di Shafth Turaab, Kairo, Mesir, 9 September 1926; umur 86 tahun) adalah seorang cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir. Ia dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era modern ini.

Selain sebagai seorang Mujtahid ia juga dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa. Banyak dari fatwa yang telah dikeluarkan digunakan sebagai bahan rujukan atas permasalahan yang terjadi. Namun banyak pula yang mengkritik fatwa-fatwanya.

Profil Pribadi

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta Sungai Nil, pada usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.[2]

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rezim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.[3]

B. Karya Yusuf Al Qardhawi

Yusuf Qardhawi telah menulis berbagai buku dalam perlbaga bidang kelimuan Islam, seperti bidang sosial, dakwah, fiqh, demokrasi dan lain sebagainya. Buku karya Qardhawi sangat diminati uamt Islam di berbagai penjuru dunia. Bahkan, banyak buku-buku atau kitabnya yang telah dicetak ulang hingga puluhan kali dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Berikut sejumlah buku karya Qardhawi:

1. Dalam bidang Fiqh dan Usul Fiqh. Sebagai seorang ahli fiqh, Qardhawi telah menulis sedikitnya 14 buah buku, baik Fiqh maupun Ushul Fiqh. Antara lain, Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam), Al-Ijtihad fi al-Shari'at al-Islamiah (Ijtihad dalam syariat Islam), Fiqh al-Siyam ( Hukum Tentang Puasa), Fiqh al-Taharah (Hukum tentang Bersuci),Fiqh al-Ghina' wa al-Musiqa (Hukum Tentang Nyayian dan Musik ).

2. Ekonomi Islam. Dalam bidang ekonomi Islam, buku karya Qardhawi antara lain, Fiqh Zakat, Bay'u al-Murabahah li al-Amri bi al-Shira; ( Sistem jual beli al-Murabah), Fawa'id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, (Manfaat Diharamkannya Bunga Bank), Dawr al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtisad al-Islami (Peranan nilai dan akhlak dalam ekonomi Islam), serta Dur al-Zakat fi alaj al-Musykilat al-Iqtisadiyyah (Peranan zakat dalam Mengatasi Masalah ekonomi).

3. Pengetahuan tentang al-Quran dan al-Sunnah.Qardhawi menulis sejumlah buku dan kajian mendalam terhadap metodologi mempelajari Alquran, cara berinterakhsi dan pemahaman terhadap Alquran maupun Sunnah. Buku-bukunya antara lain Al-Aql wa al-Ilm fi al-Quran (Akal dan Ilmu dalam al-Quran), Al-Sabru fi al-Quran (Sabar dalam al-Quran), Tafsir Surah al-Ra'd dan Kayfa Nata'amal ma'a al-Sunnah al-Nabawiyyah (Bagaimana berinteraksi dengan sunnah).

4. Akidah Islam. Dalam bidang ini Qardhawi menulis sekitar emnpat buku, antara lain Wujud Allah (Adanya Allah), Haqiqat al-Tawhid (Hakikat Tauhid),Iman bi Qadr (Keimanan kepada Qadar),

Selain karya diatas, Qardhawi juga banyak menulis buku tentang Tokoh-tokoh Islam seperti Al-Ghazali, Para Wanita Beriman dan Abu Hasan Al-Nadwi. Qardhawi juga menulis buku Akhlak berdasarkan Alquran dan al-Sunnah, Kebangkitan Islam, Sastra dan Syair serta banyak lagi yang lainnya.

C. Pemikiran Yusuf Al Qardhawi

Yusuf al-Qardhawi, seorang pemikir Islam kontemporer ber- kebangsaan Mesir, menunjukkan angka perbandingan 1:9 me- nyangkut ayat-ayat yang berdimensi ta'abbudi dan ayat-ayat yang berdimensi ta'aquli.[4]

Banyak orang yang mengenal Yusuf Al-Qardhawi dengan pemikiran Islamnya yang cemerlang demi kemajuan pendidikan Islam, kita bisa mengenal Pemikiran Salafinya.Yang dimaksud dengan “Pemikiran Salafi” di sini ialah kerangka berpikir (manhaj fikri) yang tercermin dalam pemahaman generasi terbaik dari ummat ini. Yakni para Sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia, dengan mempedomani hidayah Al-Qur’an dan tuntunan Nabi SAW.

Kriteria Manhaj Salafi yang Benar Adalah suatu manhaj yang secara global berpijak pada prinsip berikut :

1. Berpegang pada nash-nash yang ma’shum (suci), bukan kepada pendapat para ahli atau tokoh;

2. Mengembalikan masalah-masalah “mutasyabihat” (yang kurang jelas) kepada masalah “muhkamat” (yang pasti dan tegas). Dan mengembalikan masalah yang zhanni kepada yang qath’i;

3. Memahami kes-kes furu’ (kecil) dan juz’i (tidak prinsipil), dalam kerangka prinsip dan masalah fundamental;

4. Menyerukan “Ijtihad” dan pembaharuan. Memerangi “Taqlid” dan kejumudan;

5. Mengajak untuk ber-iltizam (memegang teguh) akhlak Islamiah, bukan meniru trend;

6. Dalam masalah fiqh, berorientasi pada “kemudahan” bukan “mempersulit”;

7. Dalam hal bimbingan dan penyuluhan, lebih memberikan motivasi, bukan menakut-nakuti;

8. Dalam bidang aqidah, lebih menekankan penanaman keyakinan, bukan dengan perdebatan;

9. Dalam masalah Ibadah, lebih mementingkan jiwa ibadah, bukan formalitinya;

10. Menekankan sikap “ittiba’” (mengikuti) dalam masalah agama. Dan menanamkan semangat “ikhtira’” (kreativiti dan daya cipta) dalam masalah kehidupan duniawi.

Inilah inti “manhaj salafi” yang merupakan khas mereka. Dengan manhaj inilah dibinanya generasi Islam terbaik, dari segi teori dan praktek. Sehingga mereka mendapat pujian langsung dari Allah di dalam Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi serta dibuktikan kebenarannya oleh sejarah. Merekalah yang telah berhasil mentransfer Al-Qur’an kepada generasi sesudah mereka. Menghafal Sunnah. Mempelopori berbagai kemenangan (futuh). Menyebarluaskan keadilan dan keluhuran (ihsan). Mendirikan “negara ilmu dan Iman”. Membangun peradaban robbani yang manusiawi, bermoral dan mendunia. Sampai sekarang masih tercatat dalam sejarah.[5]

D. Peran Yusuf Al Qardhawi terhadap Pendidikan Islam

Menurut Yusuf al-Qardhawi bahwa Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan agama islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.[6]

Dalam kaitannya dengan kasus yang berkembang di era reformasi saat ini, penanaman nilai etik dalam proses belajar dan mengajar juga disinggung oleh pemikir Islam seperti halnya Yusuf al-Qurdhawi. Pada intinya persoalan etika dalam proses belajar dan mengajar merupakan persoalan moral yang tertanam dalam setiap individu, baik subjek maupun objek didik.[7]

Dalam lentera pemikiran dan dakwah Islam, kiprah Yusuf Qardhowi menempati posisi vital dalam pergerakan Islam kontemporer, waktu yang dihabiskannya untuk berkhidmat kepada Islam, bercearamah serta menyampaikan masalah-masalah aktual dan keislaman di berbagai tempat dan negara menjadikan pengaruh sosok sederhana yang pernah dipenjara oleh pemerintah Mesir ini sangat besar di berbagai belahan dunia, khususnya dalam pergerakan Islam kontemporer melalui karya karyanya yang mengilhami kebangkitan Islam moderen.[8]

BAB III

PENUTUP

a. Simpulan

Setelah kita menelaah dan menjumpai beberapa kaidah yang dikemukakan dan menjadikan beberapa karya oleh Yusuf Al-Qardhawi, kita dapat mengambil kesimpulan dari beberapa permasalahan di atas. Yusuf Al-Qardhawi sangat berperan dalam Pendidikan Islam karena dengan pola pemikiran kontemporernya yang membuat beberapa siklus keilmuan yang beliau dapatkan. Sehingga kita bisa mengambil beberapa pelajaran baik dari sepakterjang biografi kehidupannya maupun dari karya-karyanya. Karya yang dominan yang bisa kita jadikan i’tibar adalah pemikiran, dimana pemikiran adalah hal yang penting yang harus kita budayakan. Pemikiran adalah sebagian dari budaya dan budaya merupakan refresentasi dari pemikiran yang disepakati bersama

b. Saran

Kaidah yang paling utama yang sangat berperan penting dalam kehidupan menurut pandangan penulis adalah pemikiran. Kita harus bisa membudayakan pemikiran, pemikiran yang bisa menghasilkan budaya itu merupakan tujuan pendidikan. Pendidikan Islam harus jauh lebih maju lagi karena tempo dulu bisa maju lebih daripada Barat. Mereka hanya bisa mengambil dan menjadikan disiplin keilmuan yang baru, yang diambil dari Islam. Maka dari itu, penulis mengharapkan makalah ini bisa menjadi momentum pembelajaran untuk kita semua dan menjadi referensi dalam disiplin Ilmu Kependidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku

Al-Qardhawi, Yusuf. 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta : Bulan Bintang. Terj. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad.

Al-Qardhawi, Yusuf. 1983. Sistem Pendidikan Ikhwanul Muslimin. Jakarta: Media Da’wah, cetakan 1.

Al-Qardhawi, Yusuf. 1994. Fatawa Qardhawi Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah. Surabaya : Risalah Gusti.

Al-Qaradhawi, Yusuf. 1997. Fatwa-Fatwa Kontemporer, ahli bahasa Asad Yasin. Jakarta : Gema Insani Pers.

Al-Qardhawi, Yusuf. dkk.1998. Reformasi pemikiran Islam abad XXI. Jakarta: Dunia Ilmu.

Asrohah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Azra, Azyumardi dan Maarif, Syafi’I.2003. Ensiklopedi Tokoh Islam, Dari Abu Bakr Sampai Nashir dan Qardawi. Jakarta : Hikmah.

Rauf, Abddul Qadir Sayid. 1987. Dirosah fid d da’wah Islamiyah. Kairo: Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah. Cet. 1.

Yasid, Abu.2004. Islam Akomodatif ; Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama Universal. Jakarta: Lkis.

b. Rujukan Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi diakses pada 04 Januari 2013 jam 15:30:00

http://tokoh-muslim.blogspot.com/2009/01/dr-yusuf-qardhawi.html diakses pada 04 Januari 2013 jam 15:43:30

http://dakwah.info/utama/bekal-dakwah/pemikiran-salafi-dr-yusuf-al-qaradawi/ diakses pada 04 Januari 2013 jam 16:32:00

Footnote:

[1] Abd. Rauf , Abdul Qadir Sayid, Dirosah fid d da’wah Islamiyah, Kairo; Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah, 1987, cet 1

[2] Azra, Azyumardi dan Maarif, Syafi’I.2003. Ensiklopedi Tokoh Islam, Dari Abu Bakr Sampai Nashir dan Qardawi. Jakarta : Hikmah

[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Yusuf_al-Qaradawi

2 Yasid, Abu.2004. Islam Akomodatif ; Rekonstruksi Pemahaman Islam Sebagai Agama Universal.Jakarta: LKis hal 22.

[5] http://dakwah.info/utama/bekal-dakwah/pemikiran-salafi-dr-yusuf-al-qaradawi/

[6] Yusuf Al -Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), hal.157.

[7] Yusuf Al-Quradhawi, Fatawa Qardhawi Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah, (Surabaya : Risalah Gusti, 1994), hlm 399-400.

[8] Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, ahli bahasa Asad Yasin, (Jakarta : Gema Insani Pers, 1997), hlm. 16.

0 comments :

Post a Comment