BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
“Sejarah adalah
tempat berkaca dan merenungi perejalanan kehidupan.” Mungkin itulah pernyataan yang tepat untuk memotivasi
tentang pentingnya belajar sejarah dan mengapa kita harus mempelajarinya. Hikmah
atas segala cerita kehidupanlah yang akan kita temukan jika mempelajari
sejarah.
Dalam sejarah
peradaban Islam kita akan banyak mempelajari tentang bagaimana sejarah Islam di
masa lampau. Salah satunya adalah sejarah pada Masa Khulafa al-Rasyidin.
Khulafa al-Rasyidin
ternyata berhasil membawa kaum muslimin melewati masa-masa menggelisahkan
selepas wafatnya Rasullah SAW. Dengan bekal keteladanan Rasulullah SAW,
kecerdasan para sahabat, dan kejeniusan para penglima, Islam akhirnya keluar
dari kungkungan padang pasir jazirah Arabia.
Khulafa al-Rasyidin atau
Khulafa ar-Rasyidun (jamak kepada Khalifatur Rasyid) berarti wakil-wakil atau
khalifah-khalifah yang benar atau lurus. Mereka pewaris kepimpinan Rasulullah selepas kewafatan baginda Nabi Muhammad SAW. Khulafa ar-Rasydin terdiri daripada empat sahabat, yaitu:
Tidak lama Khulafa al-Rasyidin menjadi penerus Nabi. Hanya 31 tahun,
dimulai tahun 632 M- 661 M. Namun, 31 tahun tersebut sangat menentukan bagi
keberadaan umat Islam. Masa itu adalah masa konsolidasi dan pemantapan
dasar-dasar Islam dan peradabannya.
B. Rumusan
Masalah
Dengan memperhatikan
rumusan masalah diatas, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang
dinginkan maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah
itu adalah:
Ø Apa yang
dimaksud dengan Khulafa al-Rasyidin?
Ø Bagaimana
sistem pemilihan Khulafa al-Rasyidin?
C. Manfaat
Penulisan
Manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini adalah:
Ø Mahasiswa
dapat menambah wawasan tentang sejarah Islam yaitu sejarah mengenai Masa Khulafa al-Rasyidin.
D. Tujuan
Penulisan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini antara lain:
Ø Untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Ø Untuk
menambah wawasan tentang sejarah Masa Khulafa al-Rasyidin.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Khulafa al-Rasyidin
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah
Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin)
pertama agama Islam,
yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah
ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang
tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di
saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan
berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Sistem pemilihan terhadap
masing-masing khalifah tersebut
berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap
tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang
bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini
bahwa Muhammaddengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib,
khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan
kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum.
Secara resmi istilah Khulafaur
Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama
menganggap bahwa Khulafaur
Rasyidin atau khalifah
yang memperoleh petunjuk tidak
terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para
khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak
ulama dapat diberi gelar khulafaur
rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz,
khalifah Bani Umayyah ke-8.
B. Khalifah-khalifah Khulafa al-Rasyidin
1.
Abu Bakar
a.
Abu Bakar Ash-Shiddiq Dari Lahir Sampai Menjadi Khalifah (11-13H/632 - 633 M)
Dia adalah Abdullah bin ‘Utsman bin’
Amir bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah At Taimi. Pada zaman
jahiliah ia dinamai Abdul Ka’bah, kemudian Rasulullah menamainya Abdullah; dia
pun dijuluki ‘Atiq juga Ash Shiddiq karena bergegas membenarkan kerasulan
terutama keesokan hari dari peristiwa Isra’.
Abu Bakar dilahirkan di Makkah dua
tahun beberapa bulan setelah tahun gajah. Dia terkenal sebagai seorang yang
berprilaku terpuji dan terkenal sebagai seorang yang pandai menjaga kehormatan
diri. Dia tidak pernah minum arak yang sangat membudidaya pada zaman jahiliah.
Sebagaimana dia pun seorang terpandang di kalangan penduduk Makkah pada zaman
jahiliah, seorang ahli silsilah dan sejarah bangsa Arab. Dialah orang yang
pertama masuk Islam dari kalangan kaum laki-laki dan sesudah menjadi seorang
Muslim dia terkenal sebagai orang yang bergegas meninggalkan dunia dagang untuk
memusatkan diri dalam kegiatan dakwah Islamiah bersama Rasulullah. Banyak orang
yang masuk Islam berkat dakwahnya, diantaranya yaitu: Utsman bin Affan, Az Zubair
bin Al ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Said bin Abu Waqqash, dan Thalhah bin
Ubaidillah.
Ia juga adalah orang yang ditunjuk
oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai salah satu Sahabat
Muhammad yang paling setia dan terdepan melindungi para pemeluk Islam bahkan
terhadap sukunya sendiri.
b.
Ba’iat As
Saqifah
Ketika berita wafat Rasulullah
tersiar, berkumpullah kaum Anshar di rumah Bani Sa’adah di Madinah. Mereka
bermaksud hendak memba’iat dari kaum Anshar, yakni Sa’d bin ‘Ubadah seorang
pemimpin kaum Khajraj untuk menjabat khalifah
Muhammad sakit keras, Abu Bakar
adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk menggantikannya menjadi Imam dalam Shalat.
Hal ini menurut sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar
Abu Bakar diangkat menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil
kaum Muslim saat itu, yang kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih
merujuk kepada Ali bin Abi Thalib karena ia merupakan keluarga Nabi. Setelah
sekian lama perdebatan akhirnya melalui keputusan bersama umat islam saat itu,
Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat islam setelah wafatnya
Muhammad. Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari tahun 632 sejak kematian
Muhammad hingga tahun 634 M.
Selama dua tahun masa kepemimpinan
Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang
sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar
berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga
menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium. Abu Bakar meninggal saat berusia 61
tahun pada tahun 634 M akibat sakit yang dialaminya.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua
tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh
suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah
sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa
perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam,
dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan
mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan
persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan
kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah panglima yang banyak berjasa dalam
Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan
pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan,
Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wasallam, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang
dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn
Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke
Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah
ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya
pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk
memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan
melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
2.
Umar bin Khattab (13-23 H/634-644M)
a. Umar Sejak Lahir Sampai Menjadi Khalifah.
Silsilah Umar bin Khattab bin Nafil
bin Abdul Uzza bin Rabah bermuara di ka’b bin Luay Al Quraisy Al ‘adawi. Bani
‘adi adalah terkenal di kalangan masyarakat arab mereka adalah salah satu puak
dari sejumlah puak Quraisy yang terkenal sebagai orang-orang terkenal dan
mulia. Mereka adalah para pahlawan islam terkenal seperti Zaid bin ‘Amr bin Nafil
yang menolak untuk menyembah berhala pada zaman jahiliyah karena ia patuh dalam
agama hanif. Putranya yang bernama Zaid adalah salah seorang dari sepuluh orang
yang di jamin masuk surga tanpa hisab, kemudian Kharijah bin Hadzdzafah adalah
orang yang menjabat hakim mesir pada masa pemerintahan ‘Amr bin Al’ash.
Silsilah Umar bersambung dengan Rasulullah pada kakek ke tujuh sedang dari
pihak ibunda, Umar silsilahnya bertemu Rasulullah SAW pada kakek ke enam. Kun-yah
(panggilan) Umar adalah Abu Hafash. Dia mendapat panggilan ini saat Rasulullah
melihat karakternya yang tegas.
Di zaman Umar gelombang ekspansi
(perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh
tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di
pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan
memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan
'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah
(Alexandria, sekarang Istanbul), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641
M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah
kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan
ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M,
Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu
‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria,
sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi
dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh
administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi
pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang
perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran
gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif
dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan
kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan
Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun
(13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang Zoroastrianis, budak Fanatik dari Persia bernama Abu Lu'luah. Untuk
menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar.
Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah
seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Utsman, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa'd ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar
wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah,
melalui proses yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
b. Umar Masuk Islam
Umar bin Kathab masuk islam pada
tahun ke lima dari kerasulan. Islamnya Umar mempunyai pengaruh besar bagi
kejayaan Islam. Sebab, tatkala telah masuk Islam ia menolak untuk
menyembunyikan dirinya telah menjadi seorang muslim dengan keyakinan bahwa
tidak aka nada yang berani menentang dirinya.
Pada mulanya dia seorang penentang
dakwah Islam yang terkenal gigih dan sangat keras. Tetapi tidak lama kemudian dia
menjadi pengikut Rasulullaah yang aktif menyebarkan Islam.
c. Umar Dibai’at
Ketika Abu bakar jatuh sakit dan
dirasa ajalnya sudah dekat ia khawatir ajalnya tiba tanpa terlebih dahulu
menunjuk siapa pun sebagai pengganti dirinya sebagai khlaifah yang mampu
mempersatukan dan kekuatan kaum muslimim.
Setelah melalui proses penyeleksian
yang sangat ketat, akhirnya Umar dipilih agar menggantikan posisi Abu Bakar .
Setelah itu, Abu Bakar pun memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan bahwa
Umar adalah penganti dirinya nanti.
Umar menyebut dirinya Khalifah
Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir
al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
d. Sifat Umar- Umar Wafat
Umar r.a adalah seorang yang
berwatak tegas dalam hak. Umar juga terkenal sebagi orang yang berpedang tajam
dan yang megancam hendak membunuh setiap orang yang lantang berani berkata,
sesungguhnya Muhammad telah mati. Dia terkenal sebagai orang yang teguh
memegang prinsip dan bersikap keras kepada orang-oranng yang terlambat
menyampaikan bai’at.
Umar juga adalah khalifah yang
bersikap keras dan tegas kepada para gubernurnya (para pembantu). Khalifah Umar
adalah seorang khalifah yang sangat besar menaruh perhatian kaum muslim. Umar
juga seorang yang tidak suka memberi maaf kepada terpidana sekalipun ia seorang
berkedudukan sehingga sekali ia harus menerima hukuman atas kejahatan yang
dilakukannya maka tetap hukuman itu harus dikenakan. Umar juga seorang khalifah
yang rendah diri bahkan seorang yang bisa marah besar. Khalifah Umar adalah
seorang ‘alim yang luas pengetahuannya seputar Al Qur’an dan tafsirnya.
Sekaligus seorang sahabat yang paling pemberani, khlaifah Umar juga sebagai
seorang wara’ dan meninggalkan kemewahan duniawi sekaligus seorang hakim yang
sangat bersih, yakni sangat adil dalam menegakkan kebenaran dan dalam
menjatuhkan hukuman kepada orang lain terutama kepada dirinya.
Umar bin Khathab wafat karena
ditikam oleh Fairuz yang lebih terkenal dengan panggilan Abu Lu’luah seorang
budak kepunyaan al-Mughirah bin Syu’bah. Umar bin Khaththab meninggal pada
bulan Dzulhijah tahun 23 H. Memerintah selama dua puluh tahun enam bulan dalam
usia 63 tahun.
Kematian Umar ditangan seorang budak
berdarah Persia adalah suatu bukti, betapa rasa dendam dan benci menguasai jiwa
orang-orang Persia sesudah kekuasaan mereka hancur daan sesudah negeri mereka
di bawah kekuasaan bangsa Arab.
3.
Utsman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M)
a.
Utsman sejak lahir sampai menjadi Khalifah
Utsman bin
Affan bin Abu al ‘Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay al
Amawi Al Quraisy, lahir pada tahun ke lima dari kelahiran Rasulullah SAW.
Ibunya bernama Arwa bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abdu Syams. Nenek dari
ibunya bernama Al-Baidha’ binti Abdul Muthalib, bibi Rasullah SAW yakni saudari
kembaran Abdullah, ayah Rasulullah SAW.
Utsman masuk
Islam melalui Abu Bakar dan dinikahkan oleh Rasulullah SAW dengan puterinya
yang bernama Ruqayah bin Rasulullah. Sesudah Ruqayah wafat, Utsman kemudian
dinikahkan lagi dengan puteri beliau yang bernama Ummu Kultsum dan oleh sebab
itu dia digelari Dzunnurain yang berarti mendapat anugerah dua cahaya,
yakni memperisteri dua puteri Rasulullah.
b. Kisah Asy Syura (Utsman
di Bai’at)
Akhirnya Utsman terpilih sebagai
khalifah dan karenanya kaum muslimin terbagi menjadi pendukung kaum Amawi dan
kaum Hasyimi atau Alawi. Sesudah dibai’at, lalu Utsman berpidato di hadapan
masyarakat, sesungguhnya kalian berada di tempat sementara dan perjalanan hidup
kalian pun hanya untuk menghabiskan umur yang tersisa. Bergegaslah kalian
sedapat mungkin pada amal kebaikan sebelum ajal menjemput. Sungguh ajal tidak
pernah sungkan datang di sembarang waktu dan keadaan, baik siang maupun malam,
ingatlah! Sesungguhnya dunia penuh dengan tipu daya, janganlah kalian terpedaya
oleh kemilau dunia dan janganlah sekali-kali kalian melakukan tipu daya kepada
Allah. Ambilah pelajaran dari orang-orang sebelum kalian, kemudian
bersungguh-sungguhlah kalian dan jangan lalai, sesungguhnya Allah tidak pernah
lalai dan melalaikan kalian. Adakah penghuni dunia dan teman-temannya yang
lebih mengutamakan kehidupan dunia dan bersenang-senang dengannya yang abadi?
Bukankah mereka ditelannya juga? arahkanlah pandangan hidup kalian terhadap dunia
seperti yang Allah tunjukkan, dan carilah akhirat, karena sesungguhnya Allah
ta’ala telah membuat sebaik-baik perumpamaan baginya, sebgaimna serya berfirman
:
ó>ÎôÑ$#ur Mçlm; @sV¨B Ío4quptø:$# $u÷R9$# >ä!$yJx. çm»oYø9tRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# xÝn=tG÷z$$sù ¾ÏmÎ/ ÛV$t6tR ÇÚöF{$# yxt7ô¹r'sù $VJϱyd çnrâõs? ßx»tÌh9$# 3 tb%x.ur ª!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« #·ÏtGø)B .
Artinya : “Dan kamu mengira mereka
itu bangun, padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan
ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua.
dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka
dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan
terhadap mereka. ( Q.S Al-Kahfi : 45)
c. Penaklukkan pada masa Utsman
Di masa pemerintahan Utsman,
Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia,
Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti
sampai di sini.
Pemerintahan Utsman berlangsung
selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak
puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang
sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari
Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk
islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat
lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa
keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum
pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah
bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan
banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah
kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di
antaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang
dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan
Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang
duduk dalam jabatan-jabatan penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya
itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia
juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh
kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua
akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat
paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan
mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
d. Sifat Utsman dan wafat Utsman
Khalifah utsman seorang yang taqwa,
wara’, selalu menjalankan puasa sepanjang tahun dan selalu berhaji setiap
tahun.
Utsman terkenal sebagai seorang yang
baik budi, penyantun, rendah hati, dan sangat kasih kepada ke sesama. Dia
adalah orang yang sangat pemalu sehingga sifat yang ini dijadikan sebagai sifat
khusus yang dialamatkan oleh Nabi kepadanya.
Khalifah Utsman terkenal seorang
yang dikaruniai harta melimpah seperti halnya para hartawan. Namun demikian,
khlifah Utsman seorang yang sangat suka berderma kepada sesama, ia sangat jauh
dari sifat kikir dan dalam memberi sesuatu kepada mereka tidak hanya sekedar
asal terpenuhi hajat hidup pokok saja. Khalifah Utsman telah mengikuti politik
khalifah umar yakni ia selalu mencari informasi tentang prilaku para gubernur
dari para delegasi yang datang kepadanya dan selalu menanyakan perihal perlakuan
gubernur kepada rakyat.
Salah satu sifat khalifah Utsman
adalah mudah terpengaruh dengan cerita yang di sadur orang didepannya kemudian
pemerintah berada dibawah kendali para familiynya, terutama Marwan bin Al
hakam.
Para pemberontak terus mengepung
rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad
bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki
rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil
menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.
4.
Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M).
a.
Ali Sejak Lahir Sampai Menjadi Khalifah
Ali bin Abi
Thalib bin Abdul Muthalib bin Hayim bin Abdu Manaf bin Luay bin Kilab Al
Quraisy dilahirkan di Makkah sepuluh tahun sebelum kerasulan, ibunya bernama
Fathimah bin Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf. Ia termasuk genersi pertama
pemeluk Islam.
Ali adalah
orang yang tidur di tempat Rasulullah SAW pada malam beliau hijrah dari Makkah
ke Yatsrib. Ketika Rasulullah pulang ke hadirat Allah, Ali sibuk mempersiapkan
pemakaman beliau. Menurut pendapat Ali dirinya adalah orang yang paling berhak
diantara kaum muslimin atas jabatan khalifah sesudah Rasullah SAW. Sebab,
dirinya adalh kelompok pertama orang yang masuk Islam dan orang yang paling
dekat kepada Rasulullah karena masih ada hubungan darah yang dekat disamping
sebagai menantunya.
b.
Ali Dibai’at - Politik Ali
Pemilihan
Ali sebagai khalifah tidak berdasarkan cara yang ditempuh dalam pemilihan para
khallifah sebelumnya. Sedangkan, saat
Utsman wafat, ternyataa sebagian kaum pemberontak yang dipimpin oleh Ibnu Saba’
condong untuk mengangkat Ali. Sementara itu, mayoritas para sahabat bertebaran
di berbagai kota, diantara mereka itu, seperti Sa’d bin Abu Waqqash dan
Abdullah bin Umar yang bersikap ragu untuk membai’at Ali. Bahkan dari kalangan
Kaum Anshar ada yang tidak membai’atnya. Seperti, Hassan bin Tsabit, Maslamah
bin Mukhallid, dan Sa’id Al Khudri. Mereka ini kelompok yang berpihak kepada
Utsman, diantara para sahabat ada yang melarikan diri ke Syam seperti Al
Mughirah bin Syu’bah namun demikian Ali tetap dibai’at oleh mamyoritas para
sahabat yang ada di Madinah. Lain lagi dengan sikap Bani Umayyah, ternyata
mereka tidak membai’atnya, sebagian dari mereka ada yang pergi ke Syam daan ada
yang pergi ke Mekkah.
Sesudah Ali dibai’aat dan menjadi
khalifah, ia sebagai orang yang dikenal sangat teguh memegang hak dan tidak
main-main dengannya, bergegas menggeser para gubernur yang diangkat oleh utsman
yang dianggap sebagai sumber fitnah dan penyebab bangkitnya para pemberontak
menentang utsman. Dia tidak mengindahkan nasihat sebahagian para sahabat agar
untuk sementara waktu mereka di biarkan dalam posisinya sampai keadaan kembali
tenang seperti sebelumnya. Tidak lama sesudah dilantik sebagai khalifah ia
segera mengambil alih tanah-tanah yang diberikan oleh utsman kepada sebahagian
para kerabat dan keluarga dekatnya untuk dikembalikan ke baitul mal. Sedang
dalam membagi kekayaan ia mengikuti qaidah-qaidah yang ditempuh oleh umat.
Tindakan yang ditempuhnya ini telah menimbulkan kebencian oleh para gubernur
yang hidup senang selama masa Utsman.
Dengan peristiwa diatas, meletuslah
perang jamal antara tentara Ali di satu pihak dengan bani umayyah,
Aisyah, Thalhah, dan az-zubair di pihak lain. Kemudian terjadilah perang antara
pasukan tentara ali dengan tentara pasukan Muawiyah di Shiffin yang berakhir
dengan tahkim dan berakibat terpecahnya barisan tentara ali menjadi tentara
yang tetap setia kepadanya dan muncullah kaum khawarij serta berakibat mesir
dikuasai muawiyah.
c. Sifat Ali – Ali Wafat.
Ali bin abu Thalib adalah seorang
yang berkhiaskan budi pekerti terpuji, dia seorang pemalu, yang menepati janji,
yang menghormati janji dan sangat memperhatikan serta sangat hati-hati terhadap
harta kekayaan kaum muslimin.
Ketika Muawiyah ingin menjadi
khalifah, Ali menyadari bahwa yang ditimbulkan karenanya, sehingga ia pun
segera menghimpun tentara sebanyak empat puluh ribu guna menyerang muawiyah.
Tetapi saat akan pasukan tentara bergerak, Abdurrahman bin Muljam Al Khariji
berhasil menikam Ali dengan pedang beracun sehingga ia wafat pada tanggal 17 Ramadhan
40 H.
Peristiwa terbunuhnya Ali ini adalah
merupakan suatu tindakan kriminal terencana yang disepakati oleh tiga orang
dari kalangan kaum Khawarij. Mereka telah sepakat untuk membunuh Ali, Muawiyah
dan Amr bin Al ‘Ash dalam satu hari yang sama supaya umat islam terhindar dari
perang memperebutkan kursi khalifah.
Setelah
Khulafaur Rasyidin
Kedudukan sebagai khalifah kemudian
dijabat oleh purta Ali yaitu Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari
pertumpahan darah, maka Hasan menyerahkan jabaran kekhalifahan kepada
Mu’awiyah. Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam
kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di
sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut
dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah
sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah). Dengan demikian berakhirlah masa
yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani
Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam
sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya
dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan
dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik
yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara
lain adalah:
Islam, disamping merupakan ajaran
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal
pembentukan masyarakat.
Dalam dada para sahabat, tertanam
keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke
seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu kesatuan yang
padu dalam diri umat Islam.
Bizantium dan Persia, dua kekuatan
yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan
kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena
persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
Pertentangan aliran agama di wilayah
Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat
tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka
juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan
Persia.
Islam datang ke daerah-daerah yang
dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk
mengubah agamanya untuk masuk Islam.
Bangsa Sami di Syria dan Palestina
dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka
daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
Mesir, Syria dan Irak adalah
daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai
ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai
kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut
al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa
ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Setelah periode ini,
pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun
temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah
bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu
bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa
sesudahnya sering bertindak otoriter.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah
memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) atau Khalifah
Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin)
pertama agama Islam,
yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah
ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang
tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di
saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan
berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Secara resmi istilah Khulafaur
Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama
menganggap bahwa Khulafaur
Rasyidin atau khalifah
yang memperoleh petunjuk tidak
terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para
khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak
ulama dapat diberi gelar khulafaur
rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz,
khalifah Bani Umayyah ke-8.
Sistem pemilihan terhadap
masing-masing khalifah tersebut
berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap
tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang
bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini
bahwa Muhammaddengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib,
khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan
kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum.
B. Saran
Sejarah adalah gambaran kehidupan
masa lalu yang bisa kita ambil hikmah didalamnya. Khulafa al-Rasyidin hendaknya
menjadi contoh bagaimana sistem pemerintahan yang baik yang di Ridhai oleh
Allah SWT karena sejalan dengan syari’at Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ibrahim Hasan, Hasan. 2001. Sejarah Kebudayaan
Islam. Jakarta : Kalam Mulya.
Http//Wikipedia.org/wiki/Khulafaur_Rasyidin.
0 comments :
Post a Comment